Saturday, September 14, 2013

3 hal kebiasaan buruk Pembeli di Indonesia


Bagi pedagang-pedagang tentu sudah pernah ketemu berbagai macam pembeli. Ada yang wajar bahkan ada yang kelewatan menjengkelkan. Dari minta nawar sampai minta hadiah. Pelanggan itu seperti raja dan kita harus selalu melayani dengan senyum. Bagi yang sudah bertahun-tahun jadi pedagang tentu saja sudah mengalami pengalaman pahit maupun manis. Tidak lupa juga kadang-kadang pedagang sendiripun melakukan hal yang sama kepada penjual lainnya. Berikut adalah tiga sifat yang seharusnya sudah ditinggalkan oleh pembeli di jaman modern ini. Lebih tepatnya "3 don't do when buying things". Marilah kita sama-sama menciptakan kegiatan ekonomi yang sehat.
1. Minta kurang harga pada barang yang sudah di diskon
Tidak jarang pedagang ketemu pembeli jenis ini. Untuk pedagang di toko modern sudah tentu gampang menolak permintaan diskon lagi tersebut. Tinggal mengucapkan "Maaf Pak/Bu, harganya sudah di sistem komputer, tidak bisa diutak-atik lagi" dan segala sesuatu sudah beres dan dengan mudah di maklumi oleh pembeli tersebut. Tidak sedikit yang akhirnya membeli dengan tidak menawar lebih lanjut lagi.

Akan tetapi, bagaimana pedagang di toko tradisional. Mereka tidak ada kasir, tidak memiliki karyawan yang banyak dan kebanyakan pemilik sendiri yang menghadapi pembeli tersebut. Kadang dengan terpaksa penjual atau si pedagang menyetujui permintaan diskon lagi; dan terpaksa meraup untung yang sangat sedikit dan tidak wajar. Bahkan untuk makan siang saja tidak cukup. Pembeli senang mendapatkan barang dengan harga yang luar biasa murah, sedangkan penjual harus menjual jaoh dibawah harga pasaran dengan untung yang luar biasa sedikit.

2. Dikson berarti barang murahan; Mahal penjual berusaha menipu
Kedua hal ini memang merupakan hal yang serba dilema. Penjual memberikan diskon, pembeli secara otomatis memikirkan bahwa barang tersebut sudah rusak kah? murahan kah? Imitasi kah?. Sedangkan bila penjual tidak memberikan diskon dan menjual pada harga yang tinggi, secara tidak sengaja pembeli pun berpikir "Nih penjual mao ketok gw ni" .

Diantara lain juga kebiasaan buruk pembeli di Indonesia adalah ingin membeli barang yang murah dan kualitas tinggi. Padahal kedua selalu bergerak bersama-sama. Bila harga murah otomatis kualitas murahan, bila harga mahal otomatis kualitas yang bagus. "You get what you pay for".

Akan tetapi di lain hal juga memiliki pemikiran seperti paragraf diatas. Padahal, kedua-duanya merupakan sistem PARADOX. Pembeli ingin murah tapi takut murahan, pembeli ingin bagus tapi takut mahalan. Nah, disinilah pedagang dengan pintar-pintarnya mengatur harga sampai ketemu titik equilibrium. Sehingga seakan-akan barang tersebut murah tapi tidak murahan dan murahan tapi tidak mahal. Bingung kan?

3. Membandingkan harga pada pasar grosir dan eceran
Tidak sedikit penjual bakal ketemu pembeli yang langsung nembak. "Di pasar pagi harganya kan cuman segini". Pedagang mao mengelak tetapi tidak bisa karena hal itu memang fakta. Akhirnya terima tu tembakan dengan lapang dada. Tinggal senyum dan ngangguk saja. Padahal buat mendapat harga grosir itu pembelinya harus membeli setidaknya satu dus.
Biasanya terjadi percakapan seperti dibawah ini:

beli: Harganya kan cuman segini? Diskon lagi donk
jual: Aduh. Sorry ga ketutup. Harganya sudah kayak gitu.
beli: Mahal kali barang lu. Ga mao lagi da gw beli sama lu.
jual: Aduh ci/ko/mbak/mas memang harga eceran sudah segitu. Supermarket aja masih murahan saya.
beli: ah enga da. Pasar pagi cuman segini. Saya sering kesana. Saya tao.
(Setelah berpikir lama dan tawar menawar yang lama)
jual: ok la. Untuk kali ini saya kasih harga segitu. 
(jual harga modal)
beli: nah gitu donk.
jual: haha. Mao ambil berapa? 1 dus? 2 dus?
beli: KAGAK. Cuman sebiji.
jual: hmm........

Sekian- Terima Kasih.  

No comments:

Post a Comment